Desember dan Januari



Liburan itu menurutmu apa sih? Selama periode liburan ini, sudah beberapa orang mengatakan kepadaku “liburan macam apa itu?”  ketika aku menjawab pertanyaan mereka tentang bagaimana aku menghabiskan liburanku. 

Untuk orang-orang minoritas sepertiku, hahaha, ya setidaknya di negeri ini, libur desember lebih spesial daripada libur di bulan juni. Tapi, aku terbiasa dengan  liburan yang bernuansa hanya seperti akhir  minggu, yang kuhabiskan  dengan  tidak melakukan apa-apa,  sambil  menunggu  rutinitas datang kembali. Dari  dulu sekali,  mungkin sejak  aku bisa  berpikir, liburanku selalu  seperti itu. Bukannya aku orang membosankan yang lebih berpihak pada hari-hari yang membosankan juga, tapi  begitulah caraku dibesarkan. Meski orang-orang diluar sana sibuk dengan berbagai festival, partikel udara berteman dengan aroma kue kering, dan nada-nada lagu hari raya tersangkut di ranting pohon… suasana di rumahku tetaplah suasana rumah di hari kerja, atau jika lebih baik seperti yang sudah kukatakan tadi, suasana di akhir minggu. Ketika masih sekolah, aku sering kesal dengan suasana rumah yang terlalu normal. Darah seorang anak remaja… memang selalu memberontak tanpa alasan yang jelas. Selalu membandingkan, selalu marah, selalu iri dan cemburu. Kalau kupikir lagi, aku versi remaja adalah aku yang paling menjengkelkan, meski sampai saat ini aku menghabiskan hidupku untuk merasa tidak puas dan mengutuk kelemahanku, tapi si anak remaja itu benar-benar mengerikan. Waktu itu, aku memang selalu kesal saat hari raya akan tiba, karena semua anak sebayaku sibuk dengan keluarga mereka, dan isi kepala mereka dipenuhi ornamen-ornamen pesta, adonan kue, sirup-sirup, soda beraneka rasa, juga hal yang paling membuatku iri: pikiran tentang betapa berharganya momen ini dan bagaimana mereka akan menghabiskannya dengan tertawa sepanjang waktu! Lalu aku membandingkannya dengan keadaanku, rumah yang sepi, orangtua yang bekerja di hari libur.. ah, aku juga ingin merasakan kegembiraan itu. Bagaimanakah perasaan yang mereka dapatkan saat musim ini tiba? Ya.. singkatnya seperti itu.
Dan… di usia yang sedikit dewasa ini, ya, hanya sedikit, bahkan aku ragu apakah di umur ini aku sudah pantas disebut sebagai orang dewasa, aku bersyukur akan hari libur yang damai, tanpa hiruk pikuk janji untuk bertemu kawan lama, atau wacana untuk berkunjung ke tempat yang jauh dan tentunya melelahkan. Sepertinya versi remajaku akan kesal jika dia ada disini. Tapi, ya, yang aku inginkan hanya istirahat, karena rutinitas yang lama sudah membuatku sesak nafas, dan ini adalah kesempatanku untuk menarik nafas sedalam dan sepanjang mungkin. Bicara tentang rutinitasku, aku hanya bisa bergidik membayangkan betapa mereka membuatku babak belur. Aku tidak menginginkannya, jadwal seperti itu. Mungkin karena itu juga mereka tidak bekerja sama dengan fisik dan mentalku, melainkan berusaha menghancurkanku setiap hari. Sebab kulihat, beberapa orang memiliki jadwal yang jauh lebih mengerikan, tapi mereka dengan jaya menjinakkan monster itu, dan monster jadwal itu patuh terhadap kehendak mereka. Sungguh orang yang hebat. Sedangkan aku, lemas karena jadwal kuliah wajib ditambah satu kelas tambahan, empat biji kepanitiaan yang beberapa diantaranya kuikuti dengan setengah hati, dan pekerjaanku mengoreksi laporan dan mengawasi praktek anak-anak semester satu… ah.. mereka sukses menurunkan kurva indeks prestasiku, turunan yang terlalu curam. Aku memiliki kurva indeks prestasi di dinding kamar, yang kugambar saat semester kedua. Beberapa waktu lalu gambar itu tampak bagus, tapi sekarang berubah menjadi coretan yang memalukan. Aku benar-benar harus memilih sebelum liburan ini berakhir, tentang bagaimana aku bisa menyelamatkan diri dan keluar hidup-hidup dari rintangan yang ada di depan. Aku harus mempersiapkan diriku untuk tercabik-cabik lalu menang dengan keren atau aku bisa memilih monster yang lebih kecil dan mudah diajak berlari-lari sambil sedikit melompat dengan suasana riang. Akan lebih heroik jika aku memilih yang pertama bukan? Menurutku juga begitu. Keluar dari sana dengan keadaan berdarah-darah akan membuktikan bahwa aku semakin kuat. Aku tahu tentu saja. Tapi, jika soal menyelamatkan diri.. tentu akan ada beberapa keadaan yang memaksa kita memilih opsi kedua, saat sesuatu yang keren dan hebat terasa tidak masuk akal dan  kau  sadar  prioritas utamamu adalah   keluar hidup-hidup.  Beberapa orang akan  menganggap  itu sebagai jalan seorang pengecut.. tapi di kenyataan yang kukenal.. tidak ada   hal  seperti itu. Semua  orang  memiliki jalan  dan  strategi terbaik  untuk  diri  mereka  sendiri.  Dan  aku.. aku akan memilih jalan yang sudah kutetapkan  sejak awal.
Ah, Bukankah tadi kita membicarakan liburan? Bagaimana dengan liburanmu? Kuharap kau melewatinya sesuai dengan definisimu mengenai hal itu. Sudah kubilang, aku menikmati liburan yang tenang. Tapi kali ini, aku tidak menghabiskannya dengan mengurung diri dan tidak berbicara kepada siapa-siapa, atau keluyuran sendiri dan tetap tidak bicara kepada siapa-siapa (kira-kira begitulah definisi liburan sejak aku mulai berkuliah di luar kota). Kali ini aku pergi ke tempat ibuku. Sebelumnya, ayahku juga memintaku untuk pulang. Hal itu tidak biasa, karena ayahku biasanya tidak ingin aku menempuh perjalanan pulang di bulan desember dengan cuaca yang sering tidak ramah. Tetapi, hal yang tidak biasa itu menjadikan aku berada dalam situasi  yang amat sangat biasa bagi hidupku, yaitu berada di tengah-tengah keinginan ayah dan ibu. Dan kebiasaanku adalah membenci saat-saat seperti ini. Hahaha. Tapi, rasa benci untuk orang sepertiku sudah tidak ada artinya lagi, karena hal yang kubenci lebih banyak dari yang kau duga, kadang-kadang. Rasa benci dan kesal terhadap situasi ini seperti kabut.. yang ringan melayang-layang dan tidak jelas, tapi cukup membuat udara disekitarku menjadi lembab dan wajahku tidak terlihat. Hal ini selalu terjadi sejak aku masih kecil. Ketika aku sudah cukup besar untuk mengetahui perasaanku sendiri, aku sadar bahwa yang kubenci adalah ketika mereka berharap dan berpikir bahwa aku ada di salah satu pihak. Hal itu membuatku merasa seperti pion yang tidak memiliki kehendak. Aku tidak suka perasaan itu.. perasaan bahwa aku dimiliki, perasaan bahwa aku berafiliasi dengan orang lain entah bagaimana, terutama bila berkaitan dengan perdebatan yang hening antara ayah dan ibuku. Jangan salah sangka, aku menyayangi mereka berdua. Tapi membiasakan diri menjadi titik temu dua kutub yang berbeda terasa sangat tidak nyaman, kau tahu? Terutama bila kalian semua adalah manusia.
Aku akhirnya memilih berlibur ke rumah ibu, karena kurasa keadaan memang sedikit tidak adil untuk ibu yang selama ini melewatkan banyak waktu bersamaku.  Kenyataanya, aku tidak begitu dekat dengan keluarga ibuku. Seumur hidupku, baru lima kali aku berkunjung kesana. Menurutku, banyak ketidakcocokan antara kami, meskipun aku bisa merasakan sayang mereka kepadaku, tetapi tetap saja terdapat beberapa kebiasaan yang sama sekali tidak cocok dengan sifatku. Jangan tanyakan padaku apa alasannya. Aku Cuma tidak terbiasa dengan lingkungan yang berisik.. dan basa-basi antar orang dewasa sudah cukup untuk membuatku muak. Keluarga besar ibuku adalah pegawai pemerintahan dan kau tahu bagaimana cara orang-orang seperti itu berkomunikasi… dengan senyum juga kata-kata manis yang menjanjikan. Tapi, jika kau mendengar dengan seksama. Kau tahu bahwa pembicaraan yang hangat itu tidak begitu penting, dan aku bingung mengapa mereka sangat suka menceritakan hal yang sama berulang-ulang kepada orang yang berbeda. Pekerjaan ayah dan ibuku sama-sama membutuhkan lingkup pergaulan yang luas.. tetapi entah mengapa basa basi orang kantoran lebih membuatku tidak tahan. Mungkin di titik inilah sebagian orang akan menganggapku tidak dewasa karena tidak mengerti seni berbasa-basi.
Begitulah, sesampainya di rumah ibu, aku hanya menghabiskan waktuku di dalam ruangan, lalu sekali-sekali keluar dengan ibu dan adikku, atau  menghabiskan waktu di rumah kakek dan nenek. Aku benar-benar tidak melakukan apapun… yang produktif. HA! Seperti selama ini aku bersikap produktif saja.
Liburanku disana selesai pada tanggal 19 Januari.
Dan sekarang aku ada disini, di kamarku yang dingin. Aku menyukai ruangan bersuhu rendah, seperti kamarku. Pada dasarnya, kamarku memang sejuk karena dindingnya dilapisi dengan keramik untuk mencegah jamur, akibat kurang terkena sinar matahari. Suasana kamar ini menjadi amat tenang… terlepas dari suasana penghuni lain yang sering mengobrol di luar. Dibandingkan suhu yang hangat, sepertinya suhu yang sedikit lebih rendah  membuatku tidur dengan nyaman. Hal ini merupakan sisi baik sekaligus buruk dari rasa suka ku terhadap suhu dingin dan kamar ini, karena ketika aku berada di ruangan ini, aku lebih mudah terserang rasa kantuk, seakan-akan ruangan ini didiami oleh iblis belphegor.. yang memang sudah lama berteman denganku. Kuharap, tahun ini aku bisa memutuskan tali persahabatan dengannya sedikit demi sedikit, meski aku bisa melihat diriku bangun pagi dan berjalan dengan wajah yang tidak antusias menuju kelasku, sekitar 2 minggu lagi.

Komentar